“Homeless Media Jangan Jadi Penyebar Hoaks”


Meningkatnya trend sosial media dan smartphone menimbulkan sebuah tren baru dalam masyarakat, yaitu trend citizen journalism atau yang kita kenal dengan istilah jurnalisme warga. Fakta ini kemudian didukung dengan kemudahan internet dan teknologi yang memudahkan setiap orang untuk berbagi informasi atau megabarkan di media sosialnya masing-masing dengan menggunakan platform media sosial seperti Facebook, Twitter, Instagram, dan YouTube untuk berbagi berita dan cerita lokal.

Jurnalisme warga hadir dengan memiliki tujuan sebagai wadah bagi masyarakat untuk memberikan informasi atau peristiwa yang baru saja terjadi disekitar masyarakat secara cepat dan terkini. Tidak melihat dari latar belakang sebagai pelajar, pekerja kantoran, bahkan ibu rumah tangga sekalipun bisa menjadi jurnalisme warga.

Kecepatan berita jurnalisme warga berbanding cukup jauh dengan jurnalisme profesional, maka tidak jarang bahwa masyarakat mengetahui suatu berita dari jurnalisme warga lebih dulu dibandingkan dari jurnalisme professional. Keringkasan publikasi jurnalisme warga menjadi salah satu faktor utama berita diterima lebih dulu oleh masyarakat dibanding berita jurnalisme professional.

Namun kemunculan jurnalisme warga memiliki potensi besar yang menghadang. Akurasi data yang lemah dan tidak adanya cover bothside memungkinkan jurnalisme model ini berbahaya dan rawan menghasilkan berita hoaks.

Dalam catatan Reuters Institute for the Study of Journalism, terdapat banyak kesalahan dalam jurnalisme model ini di antaranya kurangnya pengeditan dan verifikasi yang ketat pada konten media sosial yang dapat menyebabkan penyebaran informasi yang tidak akurat atau menyesatkan.

Untuk mengatasi tantangan tersebut, Medialink bekerja sama dengan Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo) mengadakan Workshop dan Pelatihan untuk Homeless Media dan Pers Mahasiswa se- Jawa Tengah yang diselengarakan di Semarang, 18 Oktober 2024 dengan tujuan untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya verifikasi informasi sebelum menyebarkannya di media sosial.

Ahmad Faisol dalam sambutannya mengatakan bahwa dalam konteks Indonesia, jurnalisme homeless media atau yang lebih dikenal dengan istilah jurnalisme warga telah menjadi bagian integral dari ekosistem media. “Posisinya sekarang sudah menjadi bagian dari ekosistem media, maka jurnalisme warga ini juga harus mematuhi aturan dan memastikan bahwa informasi yang disampaikan adalah akurat dan dapat dipercaya” jelas Ahmad Faisol yang juga merupakan Direktur Medialink.

Menurut Program Manager Medialink Insight, posisi jurnalisme warga atau homeless media sampai saat ini masih debatable, apakah produknya masuk kategori sebagai produk jurnalistik atau bukan. “Hingga saat ini, eksistensi produknya jurnalisme warga belum secara penuh diakui oleh UU Pers. Fakta ini membwa kerugian kepada pemilik akunnya jika nanti ada informasi yang tidak valid menghadapi tuntutan dari pihak lain”, jelasnya.

Untuk itu menurut Leli, dalam kasus homeless media  seharusnya mereka pegiat media model ini harus lebih memperhatikan etika dan kaidah jurnalistik. Model penulisan yang hanya mengejar clickbait dan sensasional untuk menarik pembaca, atau penyajian data-data yang berpotensi hoaks agar dihindari.

“Pelatihan-pelatihan praktis untuk pegiat jurnalisme model ini terkait bagaimana menyajikan data akurat secara cepat dengan memphatikan validitas merupakan langkah positif untuk menciptakan komunitas media yang sehat,” tegasnya.***

475