Pemerintah Indonesia dan International Partners Group (IPG) telah meluncurkan Just Energy Transition Partnership (JETP) Indonesia dalam Konferensi Tingkat Tinggi G20 di Bali pada November 2022. IPG terdiri dari 11 negara, yakni Jepang, Amerika Serikat, Kanada, Denmark, Uni Eropa, Jerman, Prancis, Norwegia, Italia, Britania Raya, dan Irlandia Utara.
Peluncuran JETP Indonesia dilakukan paska kesepakatan pembiayaan transisi energi pertama di Afrika Selatan pada November 2021 sekaligus menjadi cikal bakal kemitraan JETP. Setelah kesepakatan JETP Indonesia, kesepakatan kebijakan kemitraan serupa diluncurkan di Vietnam pada Desember 2022 dan Senegal pada April 2023.
Untuk diketahui, JETP merupakan sebuah kerja sama sekelompok pemimpin global yang prihatin dengan perlambatan transisi energi yang adil di banyak negara, khususnya negara-negara berkembang. Kelompok ini berpendapat bahwa transisi energi yang adil sangat penting untuk mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan dan mengurangi dampak perubahan iklim.
Program JETP diharapkan akan membantu Indonesia menerapkan upaya-upaya dekarbonisasi. Dalam dokumen JETP Indonesia: Rencana Investasi dan Kebijakan Komprehensif atau Comprehensive Investment and Policy Plan (CIPP), Indonesia perlu melaksanakan ambisi energi terbarukan dan iklimnya secara tepat waktu untuk mencapai target dekarbonisasi. Salah satunya dengan menghentikan penggunaan pembangkit listrik tenaga Batubara serta mendorong penggunaan energi bersih.
Dalam program JETP, Indonesia mendapatkan komitmen pendanaan sebesar 20 miliar dolar AS selama tiga hingga lima tahun ke depan, sekaligus menjadi pembiayaan transisi energi terbesar di dunia. Instumen pendanaan dalam bentuk hibah, bantuan teknis, pinjaman konsesi dan non konsesi, jaminan MDB, serta ekuitas.
Dari jumlah tersebut, sebesar 10 miliar dolar AS akan dimobilisasi anggota IPG. Sementara 10 miliar dolar AS lagi akan dimobilisasi oleh anggota kelompok kerja Glasgow Alliance for Net Zero (GFANZ). GFANZ sendiri terdiri antara lain dari JP Morgan Chase, The Goldman Sachs Group, Inc., Bank of America, Citibank, Deutsche Bank, HSBC, Macquaire, MUFG, Standard Chartered, Sumitomo Mitsui Financial Group, Inc., Mitsubishi UFJ Financial Group, Inc., Industrial Bank of dan lain-lain.
Berdasarkan dokumen JETP Indonesia: Rencana Investasi dan Kebijakan Komprehensif, total bantuan IPG untuk Indonesia telah diidentifikasi pada 2023 sebesar 9.002,7 juta dolar AS atau 9 miliar dolar AS. Negara IPG yang terbesar memberikan bantuan adalah Amerika Serikat sebesar 2.006 juta dolar AS (22,96%), disusul Jepang sebesar 1.700 juta dolar AS (18,88%) dan paling kecil adalah Kanada sebesar 91,4 juta dolar AS (1,02%).
Dari jumlah 9.002,7 juta dolar AS, sebagian besar pendanaan JETP Indonesia bersumber dari utang baik dalam bentuk pinjaman konsesi maupun non konsesi yang mencapai 5.997,5 juta dolar AS atau 66,6 persen, sementara hibah/bantuan teknis hanya 295,4 juta dolar AS atau 3,3 persen. Sisanya dari ekuitas sebesar 384,50 juta dolar AS, jaminan 2.075 juta dolar AS, dan lainnya sebesar 270,3 juta.
Data tersebut menunjukkan bahwa pendanaan JETP Indonesia membuat dukungan pendanaan internasional untuk perubahan iklim yang bersumber dari utang semakin cekak alias besar. Pasalnya, berdasarkan riset Open Climate Change Financing in Indonesia (OCFI) terhadap Biennial Update Report (BUR) Indonesia, total pendanaan perubahan iklim yang bersumber dari utang mencapai 4,96 miliar dolar AS atau 89 persen dari total 5,57 miliar dolar AS dan hibah hanya 609,63 juta atau 11 persen.
Jumlah pendanaan JETP Indonesia belum termasuk pendanaan program Energy Transition Mechanism (ETM) yang telah teridentifikasi mencapai 2.559 juta dolar AS atau 2,55 miliar dolar AS. Di mana pendanaan ini juga sebagian besar dari utang yang mencapai 2.539 juta dolar AS atau 99 persen dan hibah hanya 20 juta dolar AS atau 1 persen.
Jika digabung antara BUR Indonesia (2015 – 2019) dengan JETP dan ETM, total pendanaan perubahan iklim mencapai 17.141,8 juta dolar AS. Dari jumlah tersebut, pendanaan perubahan iklim yang bersumber dari pinjaman sebesar 13.506,7 juta dolar AS atau 79 persen dan hibah sebesar 905,39 juta dooar AS atau 5 persen. Sementara skema ekuitas 384,50 juta dolar AS atau 2 persen, jaminan 2.075 juta dolar AS atau 12 persen, dan lainnya US$270,3 juta atau 1,6 persen persen.