Pentingnya Literasi Anti-Hoax untuk Generasi Z

Siaran Pers

Pemilu 2024 tinggal menghitung hari, dan hingga kita masyarakat kita masih disajikan dengan banyaknya informasi-informasi hoax yang tingkat penyebarannya enam kali lebih cepat melalui platform media sosial.

Harus diakui, perkembangan media sosial yang mengalami perkembangan pesat di masyarakat memberi dua dampak yang sulit dihindari. Dampak positif perkembangan media yang seharusnya membuat masyarakat semakin mudah mendapatkan informasi, justru berbanding terbalik dengan kesadaran masyarakat untuk mendapatkan informasi positif.

Dampakya, di masyarakat terjadi yang namanya disrupsi informasi. Kini, banyaknya infomasi yang beredar dan tersebar membuat publik sulit membedakan antara informasi valid dengan informasi yang menyesatkan. Celakanya, justru informasi-informasi yang menyesatkan tersebut yang sering jadi bahan rujukan.

Informasi-informasi menyesatkan atau yang sering kita sebut sebagai hoax/fake news kini menjadi masalah serius yang dampaknya bisa mengancam soliditas demokrasi. Melalui platform media sosial yang pertumbuhannya amat cepat, informasi-informasi jenis ini berpindah enam kali lebih cepat dibanding informasi valid.

Sebagai pengguna media sosial terbesar, generasi milenial dan generasi centenial (Gen Z) adalah dua kelompok yang paling banyak menerima informasi hoax tanpa ada filterisasi. Watak media sosial yang memiliki karakter partisipatif dan berjejaring, sehingga menjadi medium

paling efektif dalam penyebaran hoax karena siapa pun dapat mengirim pesan dan informasi tanpa dapat dicegah atau disensor oleh siapa pun. Tentu kondisi ini sangat mengkhawatirkan dan membahayakan mereka.

“Generasi muda dalam ancaman bahaya besar bila tak segera dilakukan upaya positif. Ini tanggung jawab elemen pentahelix, semua stakeholder harus urun rembuk memecahkan problem ini,” ujar Direktur Eksekutif Medalink Ahmad Faisol di Jakarta, 9 Desember 2023.

Menurut Faisol, bila peredaran hoax di masyarakat tak segera ditangani secara serius bukan tak mungkin akan mengancam integrasi masyarakat. Untuk itu, Medialink memandang pentingnya untuk menciptakan mekanisme positif bagi anak muda agar dapat membentengi diri dari kemunculan berita-berita bohong.

Untuk itu, Medialink bersama Aliansi Jurnalis Independen (AJI) dan Universitas Muhamadiyah Prof. DR. Hamka (Uhamka) mengadakan seminar dan pelatihan literasi digital di kalangan geerasi muda. Harapannya, melalui program ini generasi muda memiliki literasi yang cukup dan positif atas setiap informasi yang didapat.

Melalui pelatihan-pelatihan dan diskusi literasi digital seperti ini juga diharapkan generasi muda berperan menjadi agen “Hoax Buster” (Pembasmi Berita Bohong) yang beredar di berbagai platform media.

“Bagaimana mereka mau menjalankan fungsinya sebagai pembasmi hoax, kalau mereka sendiri tidak paham dengan prosedur dan teknisnya. Untuk itu kita coba terjun ke kampus- kampus guna menanamkan kesadaran ini, “ tambah Faisol.

Menurut Faisol, generasi muda memang harus selalu diingatkan tentang pentingnya bermedia sosial dengan baik dan bijak. Bila mereka tak bijak, rentan menjadi penyebar informasi yang tidak benar. Dan itu sangat bahaya bukan saja bagi mereka, tapi juga bagi masyarakat umumnya.

Senada dengan Faisol, Ketua Bidang Data & Informasi AJI Bayu Wardhana melihat perlunya digalakan program-program seperti ini di kampus. Menurtnya, apa yang dilakukan Medialink menjadi nilai tambah bagi lembaga-lembaga sebelumnya yang juga bergerak di isu ini.

“Kita semua tergerak untuk turun ke kampus-kampus memberi literasi digital dan pelatihan praktis agar mereka memiliki kemampuan memilah antara berita yang benar dan mana yang keliru.” katanya pada kesempatan yang sama.***

237