Bagian 4–Mereka Bercerita
Rubrik Suara Akar Rumput merupakan salah satu rubrik di Infomedialink.com yang sengaja didedikasikan untuk mengangkat cerita dan suara dari komunitas yang berkaitan dengan kepentingan publik. Rubrik ini merupakan sikap “keberpihakan” Infomedialink.com terhadap perlunya suara dari bawah, akar rumput, untuk dapat diangkat dan didengar oleh berbagai kalangan.
Redaksi berkolaborasi dengan jaringan dan kontributor Infomedialink.com di berbagai daerah, memberikan “ruang terbuka” bagi mereka untuk bersuara dan bercerita tentang apa yang terjadi di wilayahnya masing-masing.
Infomedialink.com berusaha secara konsisten, setiap bulan, menampilkan cerita-cerita dari komunitas dengan tema-tema yang berganti, serta tentu saja mengedepankan cerita-cerita menarik dan belum banyak diketahui publik dengan kemasan penulisan model feature.
Untuk kajian bulan ini, Infomedialink.com mengambil tema tentang isu toleransi, di dalamnya banyak menyajikan cerita baik tentang nilai-nilai yang sudah lama tertanam di masyarakat kita. Kami memilih tema toleransi setelah merefleksikan kondisi masyarakat Indonesia dihadapkan pada melemahnya sikap dan nilai-nilai toleransi.
Kami melihat pentingnya menegakkan dan mengaktualisasikan nilai-nilai moderasi baik dalam kehidupan beragama, sosial, dan sendi-sendi kehidupan lainnya yang lebih luas.
Liputan edisi ini kami potret dari kelima kota yang dianggap representatif untuk “bicara” soal penting dan indahnya semangat toleransi dalam kehidupan masyarakat. Kelima daerah tersebut di antaranya; Pontianak, Bandung, Semarang, Yogyakarta dan Flores (Nusa Tenggara Timur).
Pada Bagian 4, redaksi Infomedialink.com akan menyajikan cerita tentang toleransi di Kota Singkawang Kalimantan Barat. Kontributor Infomedialink.com Virghie Dynaz mengangkat cerita tentang bagaimana hubungan serasi agama dan budaya, bagaimana kuatnya tradisi kebebasan beragama dan berkeyakinan di kota yang mendapat predikat sebagai kota paling toleran di Indonesia. Berikut liputannya.
Harmoni di Kota Seribu Klenteng
Terbentuk dari perpaduan selaras antar dua kultur berbeda, membuat kota Singkawang Kalimantan Barat dikenal sebagai kota yang menghargai perbedaan. Agama dan budaya hidup selaras dan tak pernah dipertentangkan, membuat keduanya menjadi pedoman dalam berperilaku warganya.
Dalam antropologi kita mengenal agama dan kebudayaan sebagai kearifan lokal masyarakat. Keduanya bentuk perwujudan dari pengetahuan, keyakinan, pemahaman serta adat kebiasaan atau etika yang menuntun perilaku manusia dalam kehidupan di dalam komunitas ekologis.
Fungsi dari kearifan lokal itu sendiri dijadikan oleh masyarakat sebagai panduan dalam berinteraksi dengan lingkungan, komunitas masyarakat dan alam sekitarnya. Sekali nilai-nilai tersebut dilanggar, maka masyarakat pun akan menerima konsekuensinya.
Agar kehidupan berjalan dengan lancar dan damai, maka masyarakat pun harus menjaga kepatuhan dan keselarasan nilai-nilai yang menjadi modal kearifan lokal tersebut.
Bagi masyarakat Singkawang Kaimantan Barat yang sebagian besar merupakan masayarakat Dayak, menjaga keselarasan nilai-nilai tersebut tak hanya untuk mahluk yang kasat mata, tapi juga memperhatikan mahluk yang tidak kasat mata. Kepentingan keduanya harus terjaga agar ada jaminan agar semua mahluk baik manusia maupun binatang dan tumbuhan, dapat eksis secara bersama-sama dalam interaksi yang seimbang dan harmonis.
Pandangan masyarakat Singkawang Kalimantan Barat yang dipengaruhi pandangan adat Dayak tersebut menjadi dasar hidup. Bagi mereka, keseimbangan semua unsur itu harus terjaga karena permasalahan akan muncul mana kala keseimbangan tersebut terganggu. Gangguan atau kekacauan terhadap keseimbangan tersebut terjadi melalui ketidaktaatan terhadap adat istiadat yang telah menjadi prasyarat bagi harmoni dalam ke hidup.
Salah satu bentuk keseralasan yang tetap terjaga dari nilai-nilai budaya pada masyakata adat Dayak, atau masyarakat Singkawang Kalimantan Barat yang tetap terjaga hingga sekarang adalah keselarasan antara nilai-nilai keyakinan dengan nilai-nilai budaya. Bagi masyarakat Singkawang Kalimantan Barat, keduanya tidak dapat dpertentangkan.
Keselarasan antara agama dan budaya dalam masyarakat Singkawang Kalimantan Barat tak hanya terjadi dalam bentuk nilai-nilai adat yang selaras dengan nilai-nilai suatu keyakinan atau agama, tapi juga terjadi pada agama mana pun yang datang ke masyarakat ini.
Sebagai sebuah wilayah yang hanya berjarak 145 km dari ibukota Pontianak, membuat posisi ini menjadi strategis sebagai wilayah perpaduan. Pembentukan Singkawang sendiri diyakini tidak bisa dilepaskan dari kedatangan orang-orang Tionghoa di masa lalu.
Menurut catatan sejarah Singkawang berasal dari kata “San Kew Jong” yang artinya kota yang terletak di antara laut, muara, gunung dan sungai. Ini persis kondisi Singkawang sekarang ini yang langsung berbatasan dengan Laut Natuna dan Gunung Roban.
Agama dan Tradisi Bersatu
Salah satu bukti adanya keselarasan antara nilai-nilai adat dengan nilai-nilai agama dalam masyarakat Singkawang Kalimantan Barat dapat terlihat jelas pada keterpaduan antara agama dengan adat istiadat di masyarakat Singkawang Kalimantan Barat.
Bagi masyarakat Singkawang Kalimantan Barat, agama dan tradisi menyatu dan sudah menjadi bagian dari kearifan lokal. Keduanya menjadi tata nilai atau perilaku hidup masyarakat dalam berinteraksi dengan lingkungan tempatnya hidup secara bijak.
Pandangan yang demikian tak bisa dilepaskan dari adanya sistem kepercayaan nenek moyang dalam masyarakat Dayak yang diturunkan secara turu temurun. Masyarakat Dayak memandang bahwa nilai-nilai kepercayaan yang menjadi cikal bakal agama tersebut berisi berbagai peraturan tentang hubungan antara manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia, manusia dengan roh nenek moyang, dan manusia dengan alam beserta isinya.
Agama dan tradisi bagi masyarakat Singkawang Kalimantan Barat seperti sepasang kekasih yang pasti memiliki perbedaan, namun tetap mempersatukan. Keduanya bagi masyarakat Singkawang Kalimantan Barat tidak perlu lagi dibedakan atau pun dipertentangkan.
“Masyarakat Singkawang memandang agama tradisi itu harus berjalan bersama. Kita memperkuat persamaan, dan bukan mencari perbedaan. Apalagi perpecahan. Nah di sinilah pentingnya sikap menghargai toleransi perbedaan”, ujar Pj Sekda Singkawang Aulia Candra ketika dihubungi Infomedialink.com.
Menurut Aulia, dukungan pihak pemerintah terhadap keselarasan tradisi dan agama yang ada di Singkawang Kalimantan Barat dapat dilihat dari adanya regulasi yang mengatur soal itu. “Regulasi ini dibentuk sebagai bentuk dukungan, dan bukan aturan ketat”, lanjutnya.
Regulasi yang dimaksud Aulia adalah aturan pemerintah kota dalam bentuk Peraturan Wali Kota (Perwako) untuk mendukung segala bentuk kegiatan masyarakat yaitu Perwako terkait toleransi Nomor 129 Tahun 2021 tentang Peyelenggaraan Toleransi Masyarakat dan Perwako Nomor 130 Tahun 2021 Tentang Penanganan Konflik Sosial. Keduanya dapat dijadikan modal bagi masyarakat Singkawang Kalimantan Barat untuk menjaga kedamaian dan toleransi.
“Perwako itu juga dapat kita jadikan sebagai pedoman untuk menekan ego kelompok, baik suku maupun agama, jangan ada kelompok yang merasa lebih eksklusif dibandingkan kelompok lainnya,” lanjut Aulia.
Pemerintah Kota Singkawang Kalimantan Barat bersama elemen masyarakat lainnya seperti masyarakat adat dan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kota Singkawang Kalimantan Barat berkomitmen untuk menjaga kelestarian tradisi dan beragama terjaga di masyarakat, sehingga nilai keberagaman dan toleransi dapat terpelihara.
Untuk itu, menurut Aulia pihaknya banyak melakukan program-program ke masyarakat termasuk ke generasi milenial dan gen Z tentang pentingnya menjaga nilai-nilai keberagamaan dan toleransi.
Untuk mencegah terjadinya pengaruh paham radikal dan intoleran yang tersebar di media sosial, Pemerintah Kota Singkawang Kalimantan Barat juga sudah melakukan upaya penyelamatan generasi muda dari bahaya kedua ancaman tersebut mulai dari kegiatan sosialisai literasi digital di sekolah-sekolah, mengajak remaja dari berbagai suku dan agama terlibat dalam satu even, untuk memberikan ruang kepada mereka menjalin silaturahmi, keakraban dan bekerja sama tanpa memandang perbedaan suku dan agama.
Toleransi Di Hongkong Van Borneo
“Ingin belajar soal toleransi? Belajarlah ke Singkawang” demikian kira-kira pernyataan yang muncul di masyarakat bila kita berbicara nilai-nilai toleransi dan keberagamaan di Indonesia yang kini sering menghadapi tantangan.
Tak berlebihan muncul pernyataan demikian, karena toleransi dan keberagamaan berjalan dengan damai dan selaras di Singkawang Kalimantan Barat menjadi contoh baik tentang pelaksanaan kedua nilai tersebut di Indonesia. Perbedaan agama yang dianut oleh masyarakat Singkawang Kalimantan Barat, tak membuat mereka gampang diagitasi atau dipecah belah.
Justru sebaliknya, karena kedisiplinan mereka menjaga nilai-nilai adat, membuat mereka semakin kuat dan peduli dengan sesama tanpa memandang perbedaan. Bahkan nilai-nilai toleransi yang dijalankan oleh masyarakat Singkawang juga menjadi modal bagi mereka untuk saling menghargai, menjaga dan membantu satu sama lainnya.
Kehidupan masyarakat Singkawang Kalimantan Barat yang menjaga nilai-nilai toleransi dan keberagamaan bahkan selalu mendapat apresiasi dari beberapa pihak, sehingga membuat Kota Khatulisitwa ini selalu mendapat predikat sebagai kota paling toleran di Indonesia dengan nilai skoring tinggi.
Infomedialink.com melihat dengan jelas kenyataan tersebut, bahwa keselarasan antara nilai-nilai adat dengan nilai-nilai agama tetap lestari dalam masyarakat Singkawang Kalimantan Barat. Ini terlihat tidak hanya dalam bentuk perwujudan banyaknya tempat ibadah yang berdiri, namun juga terlihat nyata dari banyaknya bentuk upacara keagamaan yang menyerap nilai-nilai lokal.
Salah satu contoh nyata tingginya nilai-nilai tradisi dan toleransi yang dijalankan masyarakat Singkawang Kalimantan Barat yang tidak bisa dibantah adalah keberadaan Vihara Tri Dharma Bumi Raya atau Pekong Toa yang usianya dierkirakan sudah 200 tahun, letaknya berdampingan dengan Mesjid Raya yang menjadi mesjid terbesar di kota yang dijuluki Kota Amoy tersebut Masjid Raya ini juga usianya tidak jauh dengan Vihara Tri Dharma Raya.
Menurut Sudono, kesadaran masyarakat Singkawang Kalimantan Barat tentang pentingnya menjaga nilai-nilai toleransi dan keberagamaan dibangun di atas tradisi yang sejak lama dijalankan masyarakat. Tradisi ini pula yang kemudian membentuk perangkat dukungan dalam mewujudkan kerukunan di masyarakat dalam bentuk regulasi seperti peraturan daerah atau peraturan wali kota.
“Mungkin di daerah lain regulasi itu muncul untuk menciptakan kondisi toleransi dan keberagamaan di masyarakat. Namun di Singkawang lain, keadaannya justru terbalik,” ujar staf pengajar di Institut Agama Islam Sultan Muhammad Syafiuddin kepada Infomedialink.com.
Penjelasan Sudono tentang kehidupan toleransi dan keberagamaan di Singkawang Kalimantan Barat yang sudah tertanam lama memang tak berlebihan. Ini setidaknya dapat dilihat dari perayaan kegiatan keagamaan, yang selalu dipenuhi dengan antuasiasme masyarakat.
Dalam kegiatan perayaan keagamaan apa pun, masyarakat tak hanya antusias untuk menonton tapi juga berpatsipasi aktif tanpa harus menimbulkan gesekan antara tradisi dan agama yang berbeda-beda di masyarakat Singkawang Kalimantan Barat.
Banyak rumah ibadah dibangun bahkan berdekatan demi memberikan gambaran persatuan, kekeluargaan dan melestarikan kebersamaan para pendahulu. Dengan demikian, diharapkan tidak ada kasus intoleran di Singkawang, serta menjadi penguat moderasi beragama di wilayah ini.
“Perayaan keagamaan dirayakan oleh semua masyarakat tanpa memandang perbedaan. Pusat keagamaan dan tempat ibadah di sini hidup berdampingan, dan hal ini terjadi sejak ratusan yang lalu sebagai sebuah warisan kultural yang akan melahirkan peradaban masyarakat,” jelas anggota Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kota Singkawang Muklis ketika dihubungi Infomedialink.com.
Role Model Toleransi
Keberhasilan masyarakat Singkawang Kalimantan Barat menjaga dan memadu antara nilai agama dengan tradisi sehingga melahirkan sikap tolerasi dan keagamaan yang kuat menjadi modal tersendiri untuk pemerintah kota dan masyarakatnya dalam meciptakan masyarakat pluralis yang damai.
Dan tentu saja keberhasilan ini menjadi potensi dan modal sosial masyarakat akan kebebasan beragama, kerukunan sekaligus sejalan dengan keuntungan aspek lainnya seperti peningkatan ekonomi masyarakat dan pemerintah.
Di Singkawang Kalimantan Barat, nilai-nilai toleransi yang terjaga tidak saja menimbulkan dampak sosial keagamaan semata, melainkan juga ke aspek ekonomi dengan banyaknya wisatawan dari berbagai wilayah di Indonesia dan juga wisatawan luar negeri.
Mereka yang tertarik datang ke Singkawang Kalimantan Barat tak hanya tertarik melihat kondisi alam saja, namun juga penasaran dengan banyaknya kegiatan perayaan keagamaan yang terjaga hingga sekarang. Semua kegiatan perayaan keagamaa yang ada di Singkawang Kalimantan Barat memiliki hak yang sama dan dilaksanakan secara meriah dengan kosep saling membantu warganya tanpa memlihat perbedaan.
Keberhasilan masyarakat dan Pemerintah Kota Singkawang Kalimantan Barat dalam pelaksanaan nilai-nilai toleransi, menjaga tradisi dan keagamaan menjadi contoh bagi masyarakat dan pemerintah di wilayah lainnya di Indonesia.
Beberapa wilayah yang secara terbuka ingin mereplikasi suasan kehidupan keagamaan yang ada di Singkawang di antaranya Sanggau, Sintang, Bengkayang dan Ketapang. Tak hanya wilayah-wilayah tersebut, wilayah lainnya di Indonesia juga banyak yang menjadikan Singkawang Kalimantan Barat sebagai role model untuk ditiru dalam menjaga dan mengembangkan nilai-nilai toleransi dan rekonsiliasi konflik-konflik keagamaan.
Pengakuan wilayah-wilayah lain tentang keberhasilan pengelolaan tradisi dan toleransi keberagamaan tentu bukan menjadi kebanggan masyarakat dan Pemerintah Kota Singkawang saja, tetapi juga bagi pemerintah pusat. Bagi pemerintah, Singkawang Kalimantan Barat sudah berhasil menjadi branding sebagai pengelola kerukunan umat beragama yang baik di Indonesia.
Seharusnya sudah menjadi tugas dan kewajiban pemerintah untuk memperbanyak wilayah model Singkawang, yang masyarakatnya menjungjung tinggi nilai-nilai toleransi dan berpegang teguh pada tradisi.
Bercermin pada laporan Universal Periodic Review (UPR), dalam komitmen pengembangan dan keterbaikan Hak Asasi Manusia (HAM) secara internasional salah satu rekomendasi yang harus dibenahi pemerintah adalah kondisi buruknya kebebasan beragama dan berkeyakinan di Indonesia.
Kebijakan ini akan menjadi salah satu jawaban atas kondisi masyarakat Indonesia yang pluralistik, terlebih dengan banyaknya konfli di berbagai wilayah yang membawa ranah keagamaan dan rasisme.***