Menilik Tata Kelola JETP

Pemerintah Indonesia dan International Partners Group (IPG) telah meluncurkan Just Energy Transition Partnership (JETP) Indonesia dalam Konferensi Tingkat Tinggi G20 di Bali pada November 2022. IPG terdiri dari 11 negara, yakni Jepang, Amerika Serikat, Kanada, Denmark, Uni Eropa, Jerman, Prancis, Norwegia, Italia, Britania Raya, dan Irlandia Utara.

Dalam program JETP, Indonesia mendapatkan komitmen pendanaan sebesar 20 miliar dolar AS selama tiga hingga lima tahun ke depan. Instumen pendanaan JETP dalam bentuk hibah, bantuan teknis, pinjaman konsesi dan non konsesi, jaminan MDB, serta ekuitas.

Sekretarian JETP Indonesia telah merumuskan kebijakan tata kelola implementasi transisi berkeadilan. Dalam dokumen JETP Indonesia: Rencana Investasi dan Kebijakan Komprehensif atau Comprehensive Investment and Policy Plan (CIPP), standar tata kelola dan implementasi JETP dirancang untuk memastikan kepemimpinan dan kepemilikan yang memberikan arahan strategis yang jelas, transparan, dan integritas. Lalu akuntabilitas lembaga pelaksana kepada seluruh mitra secara transparan.

Selain itu, standar tata kelola juga memastikan kapasitas untuk merencanakan dan menarik pendanaan berkelanjutan dan meningkatkan pendanaan dari berbagai sumber yang menargetkan instrumen pembiayaan yang sesuai dan bidang investasi (IFA) JETP.

CIPP menyebutkan bahwa mekanisme implementasi JETP memfasilitasi kolaborasi yang berkelanjutan dan nyata antar pemangku kepentingan utama. Para pemangku kepentingan tersebut antara lain adalah Pemerintah Indonesia dan lembaga-lembaga terkait seperti IPG, GFANZ, sektor swasta, dan organisasi masyarakat sipil.

Struktur tata kelola JETP dibagi menjadi tiga lapisan, yang terdiri dari pengarahan dan pengawasan, koordinasi, dan pelaksanaan.

Pengarahan dan pengawasan mengacu proses di mana kedua entitas antara Pemerintah Indonesia dan IPG mendukung hasil yang dibuat dan diusulkan oleh Sekretariat JETP. Masukan-masukan yang didapatkan entatas dikonsolidasi dan diberikan kepada Sekretariat JETP dalam bentuk arahan dan pedoman.

Sementara koordinasi mengacu pada proses di mana Sekretariat JETP memastikan keselarasan antara arahan dan pedoman yang diterima dengan pelaksanaan yang akan dilakukan. Sekretariat JETP menghubungkan proyek yang diterima dari pihak-pihak yang terlibat, mengkoordinasikan proyek dan pembiayaan, serta mengadakan pertemuan dan memberikan dukungan analitis kepada para pembuat kebijakan untuk memfasilitasi proses reformasi kebijakan yang diperlukan.

Adapun implementasi mengacu pada proses di mana entitas terpilih bekerja sama untuk mewujudkan rencana yang telah dikoordinasikan oleh Sekretariat JETP dan didukung oleh entitas yang bertanggung jawab atas pengarahan dan pengawasan.

Dalam konteks kerangka pemantauan dan evaluasi JETP, terdapat dua indikator pendekatan pemantauan target transisi berkeadilan dengan baseline “akuntabilitas”. Pertama, pembentukan mekanisme pengaduan yang dapat diakses oleh masyarakat luas yang akan menanggapi pengaduan yang diterima. Kedua, partisipasi perempuan, kelompok adat, dan kelompok rentan lainnya dalam konsultasi dengan pemangku kepentingan.

Dokumen CIPP menyebutkan, implementasi JETP juga melibatkan berbagai pemangku kepentingan di luar pengembang proyek seperti Badan Usaha Milik Negara maupun swasta, pekerja dan serikat pekerja, hingga kelompok masyarakat sipil serta komunitas akar rumput.

Khusus kelompok masyarakat sipil dan komunitas akar rumput bertindak sebagai kelompok pemangku kepentingan yang mencakup masyarakat yang terkena dampak, termasuk kelompok masyarakat adat, kelompok rentan termasuk perempuan dan anak-anak.

4,264