OCFI Soroti Model Imbal Jasa Lingkungan di Jambi

Provinsi Jambi dikenal mempunyai potensi untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dunia, khususnya perdagangan karbon. Sejumlah komunitas masyarakat di Jambi sudah melaksanakan kegiatan jasa lingkungan yang dapat membantu dalam pengelolaan lingkungan. Salah satunya adalah program imbal jasa lingkungan yang difasilitasi oleh Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) WARSI melalui pengelolaan hutan berbasis masyarakat dan pemberdayaan.

Peneliti Open Climate Chang Financing in Indonesia (OCFI) Rahmat Lahangi menjelaskan, terdapat lima dusun (desa) di Kabupaten Bungo, Provinsi Jambi yang melaksanakan program jasa lingkungan, bahkan sudah beberapa kali mendapatkan insentif/imbal jasa lingkungan. Kelima desa tersebut adalah Lubuk Beringin, Laman Panjang, Buat, Senamat Ulu, dan Sungai Telang.

“Pada 2022 sampai 2023 itu setiap desa memperoleh dana hasil imbal jasa lingkungan sebesar Rp386 juta. Kalau kita lihat proporsinya, dana itu lebih besar digunakan untuk pengamanan hutan desa sebesar 31 persen dan kesejahteraan masyarakat sebesar 21 persen,” kata Rahmat dalam diskusi Tata Kelola Dana Perubahan Iklim Di Provinsi Jambi di Jakarta, Rabu (6/3/2024).

Rahmat membeberkan, kelima desa tersebut bergabung dalam Komunitas Penjaga Hutan Bukit Panjang Rantau Bayur atau Bujang Raba yang memiliki luas hutan inti 5.336 hektare. Bujang Raba merupakan kawasan hutan lindung yang dijadikan sebagai salah satu areal implementasi proyek REDD berbasis komunitas pertama di Indonesia yang fokus pada kegiatan mitigasi untuk menghasilkan pengurangan emisi sekitar 630.000 tCO2 dari pencegahan deforestasi.

Kegiatan REDD ini melibatkan lima komunitas adat di Kabupaten Bungo Provinsi Jambi untuk melindungi hutan primer seluas 5.336 Ha yang telah ditetapkan sebagai Hutan Desa Pertama di Indonesia seluas 7.291 Ha. Penetapan Hutan Desa di kawasan ini diawali di Desa Lubuk Beringin seluas 2.356 Ha pada tahun 2009 dan selanjutnya empat Desa lainnya yaitu Desa Senamat Ulu, Desa Sungai Mengkuang, Desa Sangi Letung Buat dan Desa Sungai Telang ikut mengusulkan Hutan Desa dan di tetapkan di tahun 2011 dan 2012.

Kawasan Lanskap Bujang Raba memberikan nilai ekonomi dari pemanfaatan hasil hutan bukan kayu (HHBK). Selain melakukan pengelolaan hutan berbasis masyarakat, masyarakat sekitar hutan Bujang Raba terus melakukan berbagai kegiatan untuk meningkatkan nilai ekonomi masyarakat melalui pengelolaan hutan berkelanjutan seperti pengembangan ekowisata.

Kendati masyarakat desa dari imbal jasa lingkungan, Rahmat menyoroti pentingnya model tata kelola imbal jasa lingkungan yang jelas.  “Ketika kami mendiskusikan dengan Pemprov Jambi juga hanya mengetahui informasi, tapi tidak mengetahui model imbal jasa lingkungan seperti apa yang dilakukan di lingkungan WARSI,” jelas Rahmat.

Menurut Rahmat, model tata kelola yang jelas terhadap pengelolaan pendanaan yang berkaitan dengan isu lingkungan semata-mata untuk memastikan efektivitas penanganan dan perubahan iklim di daerah, khususnya Jambi.

“Ini yang perlu kita diskusikan. Karena ketika dana itu turun ke daerah dengan model pengelolaan masing-masing, itu sangat sulit mengukur capaian output kinerja masing-masing,” pungkas dia.

Untuk diketahui, jasa lingkungan merupakan manfaat dari ekosistem dan lingkungan hidup bagi manusia dan keberlangsungan kehidupan yang mencakup di antaranya penyediaan sumber daya alam, pengaturan alam dan lingkungan hidup, penyokong proses alam, dan pelestarian nilai budaya.

Jasa lingkungan mulai berkembang pasca terbitnya UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Aturan tersebut mengatur Kompensasi/Imbal dan Pembayaran Jasa Lingkungan (KIPJL) sebagai salah satu instrumen ekonomi lingkungan hidup.

UU Nomor 32 Tahun 2009 merumuskan dua tipe skema Jasa Lingkungan, yaitu Kompensasi/Imbal Jasa Lingkungan Antar Daerah (KIJL) dan Pembayaran Jasa Lingkungan Hidup (PJL).  KIJL merupakan Skema PJL yang melibatkan pemerintah sebagai penyedia dan/atau pemanfaat jasa lingkungan, sementara PJL merupakan skema yang melibatkan melibatkan antar orang atau sekelompok masyarakat sebagai pemanfaat dan penyedia Jasa Lingkungan. Keduanya dilakukan melalui perjanjian terikat berbasis untuk meningkatkan Jasa Lingkungan.

48