Pungutan CPO BPDPKS, Masyarakat Dapat Apa?

Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) merupakan Badan Layanan Umum (BLU) yang dibentuk berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2015.  BPDPKS dibentuk untuk mengelola dana perkebunan kelapa sawit yang bersumber dari pungutan ekspor Crude Palm Oil (CPO) dan turunannya.

Penghimpunan dana di sektor industri kelapa sawit dilakukan BPDPKS sejak 2015. Hingga 2021, penerimaan pungutan CPO dari 2015–2021 mencapai Rp139,2 triliun. Dana tersebut salah satunya digunakan untuk mengakselerasi Program Sawit Rakyat (PSR). Program ini untuk membantu pekebun rakyat memperbaharui perkebunan kelapa sawit dengan kelapa sawit yang lebih berkelanjutan dan berkualitas, serta mengurangi risiko pembukaan lahan illegal.

BPDPKS mengucurkan bantuan kepada petani kecil dalam program PSR selama 2015-2021 mencapai Rp6,6 triliun. Dana ini disalurkan kepada 105.684 pekebun dengan luas lahan mencapai 242.537 hektare.

Meski mencapai triliunan rupian, dana yang bertujuan untuk membantu masyarakat tersebut sangat kecil dibandingkan dengan program insentif biodiesel yang notabene penerima insentif tersebut merupakan perusahaan-perusahaan sawit besar milik para konglomerat. Total realisasi insentif biodiesel mencapai Rp110 triliun.

Demikian pula pada 2022, insentif biodiesel mencapai Rp34,6 triliun. Sementara realisasi PSR jauh lebih kecil, yakni sebesar Rp1,05 triliun.

BPDPKS juga turut mengucurkan pendanaan saat terjadi kasus kelangkaan minyak goreng di akhir 2021 hingga paruh pertama 2022. PDPKS ditugaskan untuk menyediakan dan menyalurkan dana perkebunan kelapa sawit untuk membayar selisih antara Harga Acuan Keekonomian (HAK) dengan Harga Eceran Tertinggi (HET) Minyak Goreng Kemasan Premium. BPDPKS menyediakan insentif minyak goreng sebesar Rp8,3 triliun pada 2022. Penyediaan dan penyaluran dana tersebut bertujuan agar harga minyak goreng yang dibayarkan oleh masyarakat sebagai konsumen dapat terjangkau sesuai dengan HET yang telah ditetapkan.

82