Jambi Banjir Proyek Perubahan Iklim Senilai USD 57,9 Juta

Provinsi Jambi kebanjiran proyek perubahan iklim dari luar negeri. Berdasarkan catatan Biro Luar Negeri Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) pada 2022, dari 16 proyek perubahan iklim yang masuk di Indonesia, 10 proyek difokuskan di Provinsi Jambi, termasuk program BioCarbon Fund Initiative for Sustainable Forest Landscapes (BioCF ISFL) yang saat ini tengah berjalan.

“Jadi, ada sekitar USD 170 juta dari 16 proyek, USD 57,9 juta itu fokus untuk Provinsi Jambi untuk penanganan perubahan jambi,” kata peneliti Open Climate Change Financing in Indonesia (OCFI) Rahmat Lahangi dalam diskusi Tata Kelola Dana Perubahan Iklim Di Provinsi Jambi di Jakarta, Rabu (6/3/2024).

Rahmat menuturkan, dana tersebut terdiri dari proyek bilateral senilai USD 35,3 juta dan proyek multirateral sebesar USD 22,6 juta. Adapun proyek bilateral tersebut antara lain restorasi lahan gambut yang terbakar, Tropical Forest Conversation Act (TFCA), pengelolaan sampah dan sumber daya berkelanjutan menuju ekonomi sirkular dan rendah karbon.

Kemudian proyek kerja sama sektror strategis dalam ekonomi sirkular dan pengelolaan sampah padat serta program keanekaragaman hayati dan pengembangan daerah aliran sungai Jambi.

Sementara proyek multilateran antara lain pengelolaan sumber daya alam dan pengembangan kelembagaan berbasis masyarakat berkelanjutan, pengelolaan terpadu bentang alam lahan gambut, BioCF ISFL, transporfmasi pasar melalui rancangan dan implementasi aksi mitigasi di sektor energi. Terakhir, penguatan konektivitas hutan dan ekosistem di lanskap Jambi.  

“Nah yang terbaru berdasarkan informasi dari Bappeda, di luar catatan KLHK, sekarang ada program yang masuk dari pendanaan Grenn Climate Finance (GCF) itu sebesar USD 2 juta dan yang terakhir ada CLUA yang lagi berjalan,” tambah Rahmat.

Masalahnya, sambung dia, Pemprov Jambi tidak mengetahui bahwa proyek perubahan iklim di Jambi begitu banyak dalam beberapa tahun terakhir.  “Yang diketahui di level daerah itu hanya satu, yakni BioCF,” tegas dia.

Oleh sebab itu, Rahmat mengatakan bahwa kondisi tersebut menjadi catatan krusial yang perlu didiskusikan bersama terutama mengenai model tata kelola pengelolaan dana perubahan iklim di daerah. “Karena di daerah ada banyak proyek yang masuk tetapi di level pemda pun itu tidak mengetahui informasi tersebut. Bahkan, di masyarakatnya ketika berbicara transparansi dan akuntabilitas itu juga kita kesulitan mengakses informasinya,” pungkas dia.

57