RBP REDD+, Masyarakat Dapat Apa?

Reducing Emission from Deforestation and Forest Degradation Plus (REDD+) merupakan skema insentif keuangan global kepada bagi negara-negara berkembang untuk mengurangi emisi gas rumah kaca.

Skema REDD pertama kali diusulkan oleh Papua Nugini dan Kosta Rika. Selanjutnya dirumuskan pada konferensi para pihak COP-13 di Bali pada tahun 2007. Skema REDD+ yang diusulkan pada COP 13 bertujuan untuk mengatasi perubahan iklim dengan memberikan kompensasi secara finansial kepada sejumlah negara berkembang untuk setiap penurunan emisi yang telah dicapai dari upaya menghentikan kegiatan deforestasi dan degradasi hutan.

Kemudian pada COP 19 yang diselenggarakan di Warsawa tahun 2011 menghasilkan 7 keputusan lebih mendetail terkait aspek-aspek REDD+ antara lain, pendanaan, koordinasi dan institusi, drivers of deforestation and degradation, safeguards, dan sistem informasi safeguards (SIS).

Dalam RBP REDD+, Indonesia menjadi negara pertama di Asia Pasifik yang mendapatkan  pendanaan Green Climate Fund (GCF) seniai USD 103,78 juta. Jumlah tersebut merupakan pembayaran untuk 20,25 juta tCO2eq pengurangan emisi yang dicapai dari deforestasi dan degradasi hutan di bawah program REDD+ untuk periode 2014 hingga 2016.

Berdasarkan Laporan Kinerja Badan Pengelola Lingkungan Hidup (BPDLH) 2022, dana tersebut digunakan untuk implementasi Strategi Nasional REDD+ (STRANAS). Pengelolaan dana ini pada tahun pertama difokuskan untuk dua output yaitu output 1 adalah penguatan koordinasi dan implementasi REDD+. Output 2, mendukung desentralisasi tata kelola hutan lestari dengan memperluas dan meningkatkan pelaksanaan Perhutanan sosial (PS), pengembangan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH), rehabilitasi hutan dan lahan, pengendalian kebakaran, serta menjamin mata pencaharian berkelanjutan.

BPDLH telah menyalurkan dana RPB REDD++ kepada penerima manfaat senilai Rp40,98 miliar pada 2022 dan Rp Rp22,5 miliar pada 2023. Adapun penerima manfaatnya adalah 7 Eselon 1 KLHK dan 5 Eselon 1 BRGM, Pemerintah Provinsi, Unit Pelaksana Teknis KLHK, masyarakat (kelompok masyarakat, Lembaga Swadaya Masyarakat, Perguruan Tinggi), serta BPDLH.

Dalam konteks penerima manfaat kelompok masyarakat, dana RBP REDD+ digunakan untuk mengakselerasi program perhutanan sosial—pemberian akses pengelolaan hutan secara lestari kepada masyarakat kawasan hutan. Capainnya antara lain terfasilitasnya usulan persetujuan perhutanan sosial sebanyak 432 draf SK seluas 443.182,74 ha di 16 Provinsi, terfasilitasnya usulan persetujuan perhutanan sosial di area KHDPK sebanyak 127 draf SK seluas 34.303,61 ha di 3 Provinsi.

Lalu, pencetakan dokumen surat Keputusan Perhutanan sosial sebanyak 9.997 SK Perhutanan sosial yang diserahkan kepada kelompok masyarakat yang hadir dalam kegiatan Festival LIKE pada September 2023. Termasuk memfasilitasi 8.500 orang penerima SK Persetujuan Perhutanan sosial pada acara festival LIKE.

Capaian selanjutnya adalah terfasilitasnya verifikasi penetapan hutan adat pada 7 lokasi dan total penerima manfaat sekitar 3.156 Kepala Keluarga, disahkannya 62 RKPS di kabupaten Ngada dan Flores, serta peningkatan kapasitas kepada 16 KUPS di Kabupaten Banyuwangi dan 10 KUPS di Kabupaten Ngada.

53