Lasem, Serpihan Tiongkok di Jawa Tengah


Lasem. Bangunan-bangunan berwarna merah serta lampu-lampu lampion menghiasi kota kecil ini. Aroma dupa dan masakan Cina juga menguar sepanjang jalan. Kota ini adalah Kota Lasem, atau disebut juga “Tiongkok Kecil” yang terletak di Rembang, Jawa Tengah.

Lasem merupakan contoh besarnya toleransi di wilayah itu. Di kota ini, etnis Tionghoa dapat   berbaur dan hidup rukun dengan pribumi.

Kota Lasem termasuk salah satu kota tertua peradaban etnis Tionghoa di Nusantara. Kedatangan Laksamana Cheng Ho ke Nusantara untuk membangun hubungan bilateral menjadi faktor besar banyaknya etnis Tionghoa yangmembangun peradaban di pesisir Laut Jawa.

Peradaban ini kemudian banyak melahirkan etnis Tionghoa, dan meninggalkan banyak bangunan  seperti kelenteng.

Beberapa peninggalan kelenteng ini kemudian dijadikan spot wisata. Di antaranya Kelenteng Cu  An Kiong yangberwarna merah jambu, Kelenteng Gie Yong Bio, dan Kelenteng Poo An Bio. Tempat-tempat ini bukan semata-mata dibangun sebagai tempat sembahyang atau penanda teritorial, namun menyimpan banyak sejarah.

Kelenteng Cu An Kiong berarti “Istana Ketenteraman Welas Asih“. Konon, kelenteng ini merupakan kelenteng tertua di Pulau Jawa, dibangun dengan kayu jati yang dahulu melimpah ruah di Lasem.

Sementara itu, Kelenteng Gie Yong Bio didirikan untuk mengenang Perang Kuning, yaitu pemberontakan kaum Tionghoa, Islam, dan Jawa melawan Belanda.

Jika kedua kelenteng tersebut merupakan bangunan vital yang dibangun dengan alasan fundamental, Kelenteng Poo An Bio tidak banyak menyimpan sejarah esensial. Kelenteng Poo An Bio dibangun seiring dengan perkembangan etnis Tionghoa yang telah berkembang pesat.

Selain Kelenteng, ada juga tempat bersejarah yang legendaris bernama Lawang Ombo. Lawang  Ombo dibangun sekitar tahun 1860-an untuk tempat penyimpanan opium. Di bawah Lawang Ombo terdapat lorong bawah tanah yang menyambung dengan Sungai Babakan. Di situlah  pengedaran opium terjadi. Hingga saat ini, Lawang Ombo masih digunakan untuk persembahyangan.

Kota Lasem juga terkenal dengan batik dan kuliner khasnya. Di antaranya Yopia dan Lontong Tuyuhan. Bagi pengunjung yang ingin merasakan sensasi penginapan khas Tionghoa, bisa menginap di sebuah hotel bernamaRumah Merah Heritage.

Tembok berwarna  merah, aroma dupa, patung-patung, dan lampion menghiasi penginapan ini.

Jika beruntung, pengunjung bisa menyaksikan ekstrakurikuler barongsai di belakang hotel.

Nilai tambah pada kota ini ialah destinasi wisatanya saling berdekatan, sehingga memudahkan turis untuk pindah dari suatu tempat wisata ke tempat lainnya.

Menurut Fredi, pegawai administrasi toko elektronik di Lasem, akomodasi di Lasem cukup memadai. “Kalo untukakomodasi di kota ini tergolong murah, tidak terlalu mahal, makan Rp15  ribu sudah kenyang, tidak seperti kota besar seperti Semarang atau Surabaya,” tuturnya kepada Hayamwuruk (11/02/23).

Walaupun kota ini menyimpan banyak tempat bersejarah, Kota Lasem belum terlalu tersohor sebagaimana tempat wisata. Kota Lasem biasanya ramai karena event tahunan saja.

“Kalau rame-ramenya di sini setiap tahun ada festival memperingati hari lahirnya Kota Lasem, dan Imlek  juga rame di Kelenteng Cu An Kiong,” ujar Fredi.

Fredi berharap, destinasi Kota Lasem semakin ramai dan usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) bisa berkembang lebih pesat.***

1,514