Menimbang Pelibatan Masyarakat dalam Program Perubahan Iklim di BPDLH

Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH) secara khusus didirikan sebagai antisipasi semakin besarnya kebutuhan dan potensi sumber dana yang terkait dengan perubahan iklim.  Sejak awal lembaga ini dirancang dapat mengelola pendanaan dari anggaran pemerintah dan sumber-sumber lain yang sah.  

Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 124 Tahun 2020 tentang Pengelolaan Dana Lingkungan Hidup, BPDLH dapat melakukan pengelolaan dana melalui penghimpunan dana, pemupukan dana, serta penyaluran dana lingkungan.

BPDLH dapat menerima hibah dan pinjaman. Beberapa program yang diterima BPDLH dari berbagai donor antara lain dari Green Climate Fund (GCF) untuk pendanaan REDD+ RBP sejumlah USD 103 juta (2021-2023), Norwegia untuk pendanaan REDD+RBP sejumlah USD 560 juta (2021-2030).

Kemudian Forest Carbon Partnership Facility (FCPF) untuk pendanaan REDD+ sejumlah USD 110 juta (2021-2023), BioCarbon Fund (BioCF) untuk program REDD+ sejumlah USD 70 juta (2023-2025), serta World Bank dalam program REDD+ sejumlah USD 2 juta (2021-2024).

Dalam penyaluran BPDLH, masyarakat baik perorangan, masyarakat hukum adat, maupun kelompok masyarakat yang terdaftar di pemerintah dapat mengakses pendanaan yang dikelola BPDLH. Akses dana tersebut dilakukan secara langsung maupun tidak langsung (melalui lembaga perantara) sesuai syarat dan prosedur yang ditetapkan peraturan perundang-undangan.

BPDLH telah menyusun kerangka pelibatan masyarakat dalam mendesain kebijakan. Dalam kontek arah kebijakan strategis BPDLH, terdapat Kelompok Penasihat Ad Hoc yang akan dibentuk oleh Komite Pengarah untuk memastikan keterlibatan dan partisipasi pemangku kepentingan. Keanggotaan Tim Ad Hoc terdiri dari Civil Society Organization (CSO), lembaga penelitian, mitra pembangunan, instansi pemerintah, dan masyarakat rentan.

BPDLH juga telah merancang strategi komunikasi dan keterlibatan pemangku kepentingan guna memberikan panduan dan arahan tentang bagaimana BPDLH berkomunikasi dan berinteraksi dengan berbagai pemangku kepentingan. Kegiatan spesifik akan diimplementasikan melalui diimplementasikan melalui rencana komunikasi terperinci, yang akan diperbarui dan dipantau secara teratur.

Sementara dalam konteks pelibatan publik dalam pengawasan pengelolaan dana lingkungan, BPDLH terus berbenah untuk menerapkan prinsip-prinsip transparansi, akuntabilitas, dan integritas.

Soal transparansi misalnya. BPDLH sudah memiliki kebijakan keterbukaan informasi yang termuat dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 182/PMK.OS/2019 Tentang Standar Pelayanan Minimum BPDLH dan dokumen BPDLH Operational Handbook. BPDLH juga mempunyai unit yang menangani informasi publik yaitu Divisi Sistem Informasi dan Teknologi.

Selain itu, aksesibilitas informasi lewat website dan akun media sosial sudah baik, termasuk keterbukaan informasi tingkat pendanaan.

Lalu aspek akuntabilitas, BPDLH sudah menyediakan mekanisme penanganan keluhan dan hotline anti korupsi, sanksi terhadap entitas pelaksana terhadap manipulasi dan korupsi, hingga pelibatan pemangku kepentingan. Namun kebijakan aspek ini tidak lengkap, terutama soal mekanisme penanganan keluhan dan hotline anti korupsi. Tidak terdapat informasi bahwa layanan pengaduan BPDLH menjelaskan tentang jenis pengaduan, kerangka waktu pengaduan, hingga mekanisme perlindungan saksi dan pelapor.

Sedangkan aspek integritas, secara umum kebijakan terkait penerapan etika dan pencegahan konflik kepentingan dan kebijakan anti fraud yang diterapkan di BPDLH adalah kebijakan yang sama dengan kebijakan Kementerian Keuangan. Dalam dokumen BDPLH Operational Handbook, BPDLH telah merumuskan kebijakan etika dan konflik kepentingan, manajemen keuangan, uji tuntas atas pencucian uang, serta persyaratan integritas untuk entitas pelaksana.

71