Pentingnya Literasi Anti-Hoax di Kalangan Muda


Hoax (disinformasi) menjadi salah satu penyebab munculnya kegelisahan dan disitegrasi di masyarkat, terutama menjelang even-even politik seperti pemilihan umum (pemilu) yang tinggal menunggu beberapa bulan lagi. 

Kegiatan penyebaran hoax dilakukan oleh banyak pihak sebagai salah satu strategi untuk mendapatkan dukungan publik  atau mencapai kemenangan dengan cara-cara yang tidak baik. Dampaknya tentu saja dapat merusak tatanan masyarakat, atau juga munculnya fragmentasi sosial yang membahayakan.

Penyebaran berita hoax sendiri memiliki kecepatan  yang melebihi penyebaran berita biasa, dan penyebarannya terutama banyak di platform media sosial yang banyak digunakan oleh masyarakat seperti WhatsApp, Instagram, Tiktok, Youtube, Facebook, dan media-media sosial lainnya.

Dalam catatan Medialink, hoaks (disinformasi) sudah seperti menjadi bagian integral yang tidak bisa dipisahkan dari politik. “Catatan dari riset media monitoring yang kita lakukan di 2022-2023, hoax ini masih menjadi persoalan yang harus segera mendapat perhatian serius dari semua stakeholder,” ujar Direktur Eksekutif Medialink Ahmad Faisol.

Lebih jauh Faisol menjelaskan bahwa kemunculan media sosial menambah massifnya tingkat penyebaran hoax di masyarakat, dan tak hanya dalam isu-isu politik tetapi juga isu lainnya seperti moderasi beragama, radikalisme, kebebasan beragama dan berkeyakinan yang juga merupakan isu strategis.  “Ini kecenderungan umum, dan banyak terjadi di negara-negara lain juga. Tapi kita tidak boleh abai tentang bahaya yang mengancam di baliknya,” lanjutnya.

Media-media sosial tersebut yang secara kategori menjadi media baru (new media) memiliki karakter partisipatif dan berjejaring, sehingga menjadi medium paling efektif dalam penyebaran hoax karena siapa pun dapat mengirim pesan dan informasi tanpa dapat dicegah atau disensor oleh siapa pun.

Generasi muda menjadi konsumen yang paling banyak menggunakan new media dan menjadikan platform ini sebagai alat untuk mencari informasi. Pengguna media sosial terbanyak berasal dari kalangan usia 20-29 tahun yang merupakan generasi milenial dan centenial (Gen Z) dan menjadi ceruk suara terbesar pada Pemilu 2024.

Faisol menegaskan, bila hoax dalam politik tak segera diseriusi bukan tak mungkin akan mengancam kualitas pesta demokrasi. “Hoaks tak hanya merusak akal sehat calon konstituen, namun juga berpotensi mendelegitimasi proses penyelenggaraan pemilu, dan lebih parah lagi, mampu merusak kerukunan masyarakat yang mengarah ke disintegrasi bangsa,” tegasnya.

Untuk itu, Medialink memandang pentingnya untuk menciptakan mekanisme positif bagi anak muda agar dapat membentengi diri dari kemunculan berita-berita bohong, ternasuk hoax politik. 

“Kita tergerak untuk memberi literasi kepada kelompok muda agar mereka memiliki kemampuan memilah dan memilih mana berita yang benar dan mana yang keliru. Termasuk yang di dalamnya mereka dapat menjadi agen-agen perubahan positif di masyarakat” tambahnya.***

378